ISTILAH hati dalam bahasa Arab disebut qalbun, yaitu anggota badan yang letaknya di sebelah kiri dada dan merupakan bagian terpenting bagi pergerakan darah. Dikatakan juga hati sebagai qalb, karena sifatnya yang berubah-ubah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam pernah bersabda, “Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging yang jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya dan Jika ia buruk, maka buruklah seluruh tubuhnya, ia adalah hati.” (Muttafaq ‘alahi).
Menurut Imam Al-Ghazali dalam “Ihya Ulumuddin” nya membagi makna hati menjadi dua.
Makna yang pertama, adalah daging kecil yang terletak di dalam dada sebelah kiri dan di dalamnya terdapat rongga yang berisi darah hitam.
Makna yang kedua, merupakan bisikan halus ketuhanan (rabbaniyah) yang berhubungan langsung dengan hati yang berbentuk daging. Hati inilah yang dapat memahami dan mengenal Allah serta segala hal yang tidak dapat dijangkau angan-angan.
Hati yang Tenang
Hati ibarat cermin. Jika tidak dirawat dan dibersihkan, ia mudah kotor dan berdebu. Karena itu, Ibnul Qoyyim Al Jauziyah pernah mengatkan bahwa hati manusia terbagi dalam 3 kriteria; Qalbun Salim (hati yang sehat), Qalbun Mayyit (hati yang mati) dan Qalbun Maridh (hati yang sakit).
Hati yang sakit (Qalbun Maridh), ia senantiasa dipenuhi penyakit yang bersarang di dalamnya. Di antaranya; Riya’, hasrat ingin dipuji, Hasad, dengki, ghibah dan sebagainya. Juga sombong dan tamak.
Orang yang memiliki Qalbun maridh (hati yang sakit) akan sulit menilai secara jujur apapun yang tampak di depannya, Melihat orang sukses, timbul iri dengki, Mendapat kawan beroleh karunia rizki, timbul resah, gelisah, dan ujung-ujungnya menjadi benci
Dihadapkan pada siapapun yang memiliki kelebihan, hatinya akan serta merta menyelidiki bibit-bibit dan kekurangannya, Bila sudah ditemukan hatinya pun akan senang bukan kepalang, Ibarat menemukan barang berharga, ia pun lalu mengumbar dan mengabarkan bibit dan kekurangan orang itu kepada siapa saja, agar kelebihannya menjadi tenggelam, naudzhubillah Sungguh rnalang dan kasihan orang yang kelakuannya seperti ini, hal ini terjadi karena hatinya yang dibiarkan sakit.
Yang lebih parah adalah hati yang mati (Qalbun Mayyit). Hati ini sepenuhnya di bawah kekuasaan hawa nafsu, sehingga ia terhijab dari mengenal Allah Subhanahu Wata’ala. Hari-harinya adalah hari-hari penuh kesombongan terhadap allah, sama sekali ia tidak mau beribadah kepada-Nya, dia juga tidak mau menjalankan perintah dan apa-apa yang diridhai-Nya. Hati model ini berada dan berjalan bersama hawa nafsu dan keinginan-nya walaupun sebenarya hal itu dibenci dan dimurkai Allah. Ia sudah tak peduli, apakah Allah ridha kepadanya atau tidak? Sungguh, ia telah berhamba kepada selain Allah Bila mencintai sesuatu, ia mencintainya karena hawa nafsunya. Begitu pula apabila ia menolak, mencegah, membenci sesuatu juga karena hawa nafsunya.
Sementara itu, hati yang baik dan sehat disebut Qalbun Salim. Inilah hatinya orang beriman. Hati ini adalah hati yang hidup, bersih, penuh ketaatan dengan cahaya terangnya dan bertenpat di nafsul mutmainnah (jiwa yang tenang).
Dalam al-Qur’an disebutkan al-salim pada dua tempat. Antara lain QS. Al-Shaffat: 84 yang berbunyi: “(ingatlah) ketika dia (Ibrahim) datang kepada Tuhannya dengan hati yang selamat (sehat)”.
Kemudian Q.S Al-Syu’ara: 87-89, Allah SWT berfirman: “Dan janganlah Kau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan. (yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”.
Ayat pertama merupakan penjelasan mengenai Nabi Ibrahim sebagai golongan pengikut Nabi sebelumnya, yaitu Nabi Nuh yang memiliki hati yang ikhlas dan tidak ada keraguan dalam beriman kepada Allah SWT. Sedangkan pada ayat kedua hati yang bersih dijelaskan dalam tafsir Jalalain karangan Imam Jalaluddin As-Suyuti dan Imam Jalaludin Al-Mahalli berarti hati yang bersih atau selamat dari sifat syirik dan nifaq yang merupakan cerminan dari seorang mukmin.
Sumarkan dan Titik Triwulan Tutik dalam bukunya “Misteri Hati” (Asrarul Qalb) mengungkapkan bahwa yang dimaksud Qalbun Salim (hati yang sehat) adalah hati yang terbebas dan selamat dari berbagai macam sifat tercela, baik yang berkaitan dengan Allah maupun yang berkaitan dengan sesama manusia dan makhluk Allah di alam semesta ini.
Di antara sifat tercela yang merupakan penyakit hati, jika dihubungkan dengan Allah Subhanahu Wata’ala seperti syirik dan nifaq sedangkan pada sesama manusia adalah iri, dengki, hasud atau provokasi, fitnah, buruk sangka, serta khianat.
Karenanya, sangat penting bagi kita semua menjaga hari-hari dalam kehidupan kita — baik di lingkungan keluarga serta bermasyarakat– menjaga hati agar tetap selalu konsisten dalam ridho dan petunjuk Allah. Karena seringkali kita melalaikan hal-hal kecil yang tanpa kita sadari telah meroposkan kekuatan hati yang merupakan sumber berprilaku sehingga hati kita sangat sulit untuk menjadi sehat. Maka dari itulah sebagai seorang Muslim kita dianjurkan untuk selalu berdoa di dalam shalat agar diberi ketetapan hati pada agama yang lurus (Islam).
Kata Nabi, sesungguhnya hati itu berkarat sebagaimana besi berkarat. Cara membersihkannya adalah dengan mengingat Allah [dzikrullah] ”
“Qalbu berkarat karena dua hal yaitu lalai dan dosa. Dan pembersihnya-pun dengan dua hal yaitu istighfar dan dzikrullah.” [HR.Ibnu Ab’id dun ya Al-Baihaqi]. Wallahu a’lam.*
Roni Rosmawan, Mahasiswa Semester Enam, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam pernah bersabda, “Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging yang jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya dan Jika ia buruk, maka buruklah seluruh tubuhnya, ia adalah hati.” (Muttafaq ‘alahi).
Menurut Imam Al-Ghazali dalam “Ihya Ulumuddin” nya membagi makna hati menjadi dua.
Makna yang pertama, adalah daging kecil yang terletak di dalam dada sebelah kiri dan di dalamnya terdapat rongga yang berisi darah hitam.
Makna yang kedua, merupakan bisikan halus ketuhanan (rabbaniyah) yang berhubungan langsung dengan hati yang berbentuk daging. Hati inilah yang dapat memahami dan mengenal Allah serta segala hal yang tidak dapat dijangkau angan-angan.
Hati yang Tenang
Hati ibarat cermin. Jika tidak dirawat dan dibersihkan, ia mudah kotor dan berdebu. Karena itu, Ibnul Qoyyim Al Jauziyah pernah mengatkan bahwa hati manusia terbagi dalam 3 kriteria; Qalbun Salim (hati yang sehat), Qalbun Mayyit (hati yang mati) dan Qalbun Maridh (hati yang sakit).
Hati yang sakit (Qalbun Maridh), ia senantiasa dipenuhi penyakit yang bersarang di dalamnya. Di antaranya; Riya’, hasrat ingin dipuji, Hasad, dengki, ghibah dan sebagainya. Juga sombong dan tamak.
Orang yang memiliki Qalbun maridh (hati yang sakit) akan sulit menilai secara jujur apapun yang tampak di depannya, Melihat orang sukses, timbul iri dengki, Mendapat kawan beroleh karunia rizki, timbul resah, gelisah, dan ujung-ujungnya menjadi benci
Dihadapkan pada siapapun yang memiliki kelebihan, hatinya akan serta merta menyelidiki bibit-bibit dan kekurangannya, Bila sudah ditemukan hatinya pun akan senang bukan kepalang, Ibarat menemukan barang berharga, ia pun lalu mengumbar dan mengabarkan bibit dan kekurangan orang itu kepada siapa saja, agar kelebihannya menjadi tenggelam, naudzhubillah Sungguh rnalang dan kasihan orang yang kelakuannya seperti ini, hal ini terjadi karena hatinya yang dibiarkan sakit.
Yang lebih parah adalah hati yang mati (Qalbun Mayyit). Hati ini sepenuhnya di bawah kekuasaan hawa nafsu, sehingga ia terhijab dari mengenal Allah Subhanahu Wata’ala. Hari-harinya adalah hari-hari penuh kesombongan terhadap allah, sama sekali ia tidak mau beribadah kepada-Nya, dia juga tidak mau menjalankan perintah dan apa-apa yang diridhai-Nya. Hati model ini berada dan berjalan bersama hawa nafsu dan keinginan-nya walaupun sebenarya hal itu dibenci dan dimurkai Allah. Ia sudah tak peduli, apakah Allah ridha kepadanya atau tidak? Sungguh, ia telah berhamba kepada selain Allah Bila mencintai sesuatu, ia mencintainya karena hawa nafsunya. Begitu pula apabila ia menolak, mencegah, membenci sesuatu juga karena hawa nafsunya.
Sementara itu, hati yang baik dan sehat disebut Qalbun Salim. Inilah hatinya orang beriman. Hati ini adalah hati yang hidup, bersih, penuh ketaatan dengan cahaya terangnya dan bertenpat di nafsul mutmainnah (jiwa yang tenang).
Dalam al-Qur’an disebutkan al-salim pada dua tempat. Antara lain QS. Al-Shaffat: 84 yang berbunyi: “(ingatlah) ketika dia (Ibrahim) datang kepada Tuhannya dengan hati yang selamat (sehat)”.
Kemudian Q.S Al-Syu’ara: 87-89, Allah SWT berfirman: “Dan janganlah Kau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan. (yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”.
Ayat pertama merupakan penjelasan mengenai Nabi Ibrahim sebagai golongan pengikut Nabi sebelumnya, yaitu Nabi Nuh yang memiliki hati yang ikhlas dan tidak ada keraguan dalam beriman kepada Allah SWT. Sedangkan pada ayat kedua hati yang bersih dijelaskan dalam tafsir Jalalain karangan Imam Jalaluddin As-Suyuti dan Imam Jalaludin Al-Mahalli berarti hati yang bersih atau selamat dari sifat syirik dan nifaq yang merupakan cerminan dari seorang mukmin.
Sumarkan dan Titik Triwulan Tutik dalam bukunya “Misteri Hati” (Asrarul Qalb) mengungkapkan bahwa yang dimaksud Qalbun Salim (hati yang sehat) adalah hati yang terbebas dan selamat dari berbagai macam sifat tercela, baik yang berkaitan dengan Allah maupun yang berkaitan dengan sesama manusia dan makhluk Allah di alam semesta ini.
Di antara sifat tercela yang merupakan penyakit hati, jika dihubungkan dengan Allah Subhanahu Wata’ala seperti syirik dan nifaq sedangkan pada sesama manusia adalah iri, dengki, hasud atau provokasi, fitnah, buruk sangka, serta khianat.
Karenanya, sangat penting bagi kita semua menjaga hari-hari dalam kehidupan kita — baik di lingkungan keluarga serta bermasyarakat– menjaga hati agar tetap selalu konsisten dalam ridho dan petunjuk Allah. Karena seringkali kita melalaikan hal-hal kecil yang tanpa kita sadari telah meroposkan kekuatan hati yang merupakan sumber berprilaku sehingga hati kita sangat sulit untuk menjadi sehat. Maka dari itulah sebagai seorang Muslim kita dianjurkan untuk selalu berdoa di dalam shalat agar diberi ketetapan hati pada agama yang lurus (Islam).
Kata Nabi, sesungguhnya hati itu berkarat sebagaimana besi berkarat. Cara membersihkannya adalah dengan mengingat Allah [dzikrullah] ”
“Qalbu berkarat karena dua hal yaitu lalai dan dosa. Dan pembersihnya-pun dengan dua hal yaitu istighfar dan dzikrullah.” [HR.Ibnu Ab’id dun ya Al-Baihaqi]. Wallahu a’lam.*
Roni Rosmawan, Mahasiswa Semester Enam, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta